cse

Loading

Rabu, 15 Januari 2014

Kurang Vitamin A (KVA) masih merupakan masalah yang tersebar di seluruh dunia terutama di negara
berkembang dan dapat terjadi pada semua umur terutama pada masa pertumbuhan .Salah satu dampak kurang
vitamin A adalah kelainan pada mata yang umumnya terjadi pada anak usia 6 bulan – 4 tahun yang menjadi
penyebab utama kebutaan di negara berkembang.
 Kurang Vitamin A pada anak biasanya terjadi pada anak yang menderita Kurang Energi Protein (KEP)
atau gizi buruk sebagai akibat asupan zat gizi sangat kurang, termasuk zat gizi mikro dalam hal ini vitamin A.
Anak yang menderita kurang vitamin A mudah sekali terserang infeksi seperti infeksi saluran pernafasan akut,
campak, cacar air, diare dan infeksi lain karena daya tahan anak menurun. Namun masalah kekurangan vitamin A
dapat juga terjadi pada keluarga dengan penghasilan cukup. Hal ini terjadi karena kurangnya pengetahuan orang
tua terutama ibu tentang gizi yang baik. Gangguan penyerapan pada usus juga dapat menyebabkan kekurangan
vitamin A.
 Pemerintah dalam menyingkapi masalah tentang kekurangan vitamin A berupaya untuk menyelesaikan
masalah kapsul vitamin A tersebut di antaranya dengan pemberian vitamin A kepada anak balita. Untuk lebih
jelasnya informasi seputar vitamin A dapat di baca pada uraian di bawah ini .
1. Apa itu vitamin A ?
 Vitamin A adalah salah satu zat gizi penting yang larut dalam lemak dan disimpan dalam hati, tidak dapat
dibuat oleh tubuh, sehingga harus dipenuhi dari luar.
2. Manfaat vitamin A ?
 Meningkatkan daya tahan tubuh terhadap penyakit dan infeksi seperti campak dan diare.
 Membantu proses penglihatan dalam adaptasi terang ke tempat yang gelap.
 Mencegah kelainan pada sel – sel epitel termasuk selaput lender mata.
 Mencegah terjadinya proses metaplasi sel – sel epitel sehingga kelenjar tidak memproduksi
cairan yang dapat menyebabkan kekeringan mata.
 Mencegah terjadinya kerusakan mata hingga kebutaan.
 Vitamin A esensial untuk membantu proses pertumbuhan.
3. Apa saja sumber vitamin A
 Air Susu Ibu (ASI)  Bahan Makanan hewani seperti : hati, kuning telur, ikan, daging, ayam dan bebek.
 Buah – buahan warna kuning dan jingga seperti Pepaya, Mangga masak, Alpukat, Jambu Merah
dan Pisang.
 Sayuran yang berwarna hijau tua dan berwarna jingga seperti : Bayam, Tomat, Wortel.
 Bahan makanan yang difortifikasi/diperkaya dengan vitamin A seperti margarine, susu dan mie
instant
pengen liat kelanjutannya???klik disini
PEMANFAATAN UBIJALAR BERKADAR -KAROTEN
TINGGI SEBAGAI SUMBER VITAMIN A
Erliana Ginting, Yudi Widodo dan M. Jusuf
Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian, Malang

ABSTRACT
Utilization of -Carotene High Content Sweet Potato as a Source of Vitamin A
In addition to a calorie source, sweetpotato is also potential as a source of vitamin A as it
contains carotenoids, pigments that cause yellow and orange colours of the flesh. The
predominant component of carotenoids is -carotene that constitues about 86-90% and
possesses the highest vitamin A activity among carotenoids. Vitamin A is needed for
physiological processes in the human body, thus vitamin A deficiency could cause alterations
on vision (up to permanent blindness), growth and immunity towards diseases. These cases
are commonly occur in pre-school children, particularly in developing countries. Therefore,
recommendation dietary allowances for vitamin A have been established for different groups
of age and sex through diets and supplements that are rich in vitamin A.
A number of sweetpotato cultivars in Indonesia contain fairly high -carotene (300 - > 4000
g/100 g). However, cultivars with high -carotene content, mostly have low dry matter
content and give sweet and moist taste. Hence, those undesired attributes should be
improved through selection and combination of the parents. -carotene content in
sweetpotato is influenced by planting and harvesting times, location and water availability. A
decrease of -carotene content was observed during processing, like boiling (8%), canning
(19.7%), drying (20.5%), heating in microwave (22.7%) and roasting (31.4%), while an increase
of 4-12% was noted in steaming. It is estimated, that the daily consumption of 200 g of
steamed roots derived from cultivars with -carotene content of 1,000 g/100 g, could satisfy
40% and 66% of the recommended daily allowances of vitamin A for adults and children,
respectively. Sweetpotato can be consumed as cooked fresh roots, drinks and flour-based
foods.
Keywords: -carotene, vitamin A, sweet potato cultivars, pre harvest, processing.

PENDAHULUAN

Ubijalar memiliki keistimewaan sebagai bahan pangan ditinjau dari nilai gizinya.
Dengan kandungan karbohidrat yang mencapai 80-90% dari berat keringnya, ubijalar sangat
potensial sebagai sumber kalori (105 Kkal/100 g). Selain itu, ubijalar juga merupakan sumber
vitamin, seperti vitamin A dan C serta mineral, yakni kalium, besi dan fosfor. Namun kadar
protein (1,4%) dan lemaknya (0,17%) relatif rendah (Bradbury dan Holloway, 1988), sehingga
konsumsinya perlu didampingi oleh bahan pangan lain yang berprotein tinggi.
 Seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap kesehatan, perhatian
terhadap komponen kimia ubijalar yang dapat berfungsi sebagai makanan fungsional juga
meningkat. Salah satu diantaranya, adalah senyawa karotenoid, yaitu pigmen yang
menyebabkan daging umbi berwarna kuning, orange hingga jingga.
bagusan klik disini
Hasil Studi Masalah Gizi Mikro di 10 propinsi yang dilakukan
Puslitbang Gizi dan Makanan Departemen Kesehatan RI pada Tahun
2006 memperlihatkan balita dengan Serum Retinol kurang dari
20µg/dl adalah sebesar 14,6%. Hasil studi tersebut menggambarkan
terjadinya penurunan bila dibandingkan dengan Survei Vitamin A
Tahun 1992 yang menunjukkan 50% balita mempunyai serum retinol
kurang dari 20 µg/dl. Oleh karena itu, masalah kurang Vitamin A
(KVA) sudah tidak menjadi masalah kesehatan masyarakat lagi
karena berada di bawah 15% (batasan IVACG). Hal tersebut salah
satunya berkaitan dengan strategi penanggulangan KVA dengan
pemberian suplementasi Vitamin A yang dilakukan setiap bulan
Februari dan Agustus (Bulan Kapsul Vitamin A).
Direktorat Bina Gizi Masyarakat bekerja sama dengan SEAMEO
TROPMED RCCN Universitas Indonesia, UNICEF dan Micronutrient
Initiative pada tahun 2007 melakukan survei di 3 provinsi terpilih
yaitu Kalimantan Barat, Lampung dan Sulawesi Tenggara untuk
melihat cakupan suplementasi Vitamin A dan mengevaluasi
manajemen program Vitamin A. Hasil survei menunjukkan bahwa
di provinsi Kalimantan Barat cakupan Vitamin A pada bayi (6-11
bulan) adalah sebesar 55,8% dan anak balita (12-59 bulan) sebesar
56,6%, sementara untuk provinsi Lampung cakupan pada bayi adalah
82,4% dan anak balita 80,4%, dan Sulawesi Tenggara adalah 70,5%
pada bayi dan anak balita sebesar 62,2%. Hasil survei juga menemukan
bahwa sebanyak 70,2% bayi umur 6-11 bulan dan 13,9% anak balita
umur 12-59 bulan mendapatkan suplementasi Vitamin A dengan
dosis yang tidak sesuai umur.
Rendahnya cakupan suplementasi vitamin A ini mengindikasikan
bahwa manajemen dan sosialisasi program Vitamin A tingkat
Kabupaten/Kota belum berjalan optimal. Berkaitan hal tersebut
diperlukan pelatihan penyegaran terkait dengan manajemen
suplementasi Vitamin A bagi petugas dalam rangka meningkatkan
cakupan program khususnya pada Kabupaten/Kota dengan cakupan
rendah.
kliknya hanya boleh disini
PENGARUH SUPLEMENTASI TABLET TAMBAH DARAH (TTD), SENG, DAN
VITAMIN A TERHADAP KADAR HEMOGLOBIN IBU HAMIL
Ratna Candra Dewi1
Abstract: The iron deficiency anaemia is still main nutrition problem, especially
among pregnant woman. The prevalence of iron deficiency anaemia is still high,
where in urban were 37,5% and in rural were 42,1% (Surkesnas, 2001). The several
effect of anaemia in pregnant woman are maternal mortality, infant mortality, and
low birth weight. Maternal mortality per 100.000 of life birth were 343 (SDKI, 1997)
and incidency rate of low birth weight were 11% - 14% (SKRT, 1999). This study
purposed to give the solution in anaemia and zinc deficiency on pregnant woman
that effect to Hb level with TTD supplementation always extended for pregnant
woman in program, zinc, and vitamin A. This research was an experimental study
with pretest-posttest control group design and double blind method. This study was
aimed to investigate the influence of TTD, zinc, and vitamin A supplementation for
two month on the increase of Hb level. The samples were took from anaemia
pregnant woman sub population with begin the gestation from 30-31 weeks, not
suffered deseases, and Hb level of < 11 g%. The samples consist of 30 subject,
taken by the use of simple random sampling and the samples were divided into
three group using random allocation technique. 10 samples were control group that
recieved TTD supplementation, 10 samples were treatment group 1 that received
TTD and zinc supplementation, and 10 samples were treatment group 2 that
received TTD, zinc, and vitamin A supplementation. TTD and zinc were alternate
consumed, which zinc consumed after breakfast and TTD consumed after dinner.
Hb level measured using cyanmethemoglobin method. Data was analyzed using
Paired Test, Anova One Way, and Kruskall Wallis. The research result showed
increasing of Hb level post supplementation in control group was 10,41 ± 0,62 g% to
10,59 ± 0,64 g%, the treatment group 1 was 10,16 ± 0,62 g% to 10,95 ± 1,00 g%,
and the treatment group 2 was 10,19 ± 0,46 g% to 10,97 ± 0,73 g%. The analized
with Paired Test showed highly significant difference of Hb level in pretest and post
test each group with p value in all group showed p<0,05, but the result showed not
significant difference of Hb level post supplementations between three group with p
value showed p>0,05. Considering zinc supplementation can influence to risen Hb
level and so suggested TTD supplementation program always gived pregnant
womans accompanied by zinc supplementation alternately. Besides, always notice
nutrient consumption factor for pregnancy both on quality and quantity.
Keywords : Anaemia, Tablet Tambah Darah (TTD), Zinc, Vitamin A, Pregnant
Woman
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Gizi merupakan salah satu
penentu kualitas sumber daya
manusia. Kekurangan gizi akan
menyebabkan kegagalan
pertumbuhan fisik dan perkembangan
kecerdasan, menurunkan
produktivitas kerja dan menurunkan
daya tahan tubuh, yang berakibat
meningkatnya angka kesakitan dan
kematian
selanjutnya lihat disini
CAKUPAN SUPLEMENTASI KAPSUL VITAMIN A PADA IBU MASA NIFAS
DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI DI INDONESIA
ANALISIS DATA RISKESDAS 2010
Sandjaja1, Endi Ridwan1
ABSTRACT
Background: Vitamin A supplementation program for postparum mothers has been implemented in Indonesia since 1996.
The objective is to improve vitamin A status of postpartum mother and newborn through improvement of vitamin A status in
breastmilk. However, Riskesdas 2010, a cross-sectional nationwide health study, reveals that the coverage is lower than in
children underfi ves. In order to improve the coverage, there is a need to analyze factors associated with high or low coverage.
The objective of this paper is to assess vitamin A coverage for postpartum mothers and factors of household, mother, access to
health services that favour or limit the coverage. Methods: Riskesdas 2010 collected information on whether 19,000 samples
mother 10–59 years having living children underfi ves received vitamin A capsules during postpartum period of the last child.
A multivariate logistic regression was used to measure odd ratio. Vitamin A supplementation coverage among mother (in
pospartum period) was 56.1%, varies 35–70% among provinces, higher in urban (61.4%) than in rural areas (50.8%). Odd
ratios of mothers who didn’t receive capsule are signifi cantly associated with not having neonatal care (AOR = 2,334, 95% CI
2,156–2,530), not receiving iron tablet during pregnancy (AOR = 2,076, 95% CI 1,874–2,298), ANC 3 times or less (AOR =
1.252, 95% CI 1,095–1,431), without ANC (AOR = 1,355, 95% CI 1,217–1,510), not receiving TT immunization (AOR =
1,245, 95% CI 1,156–1,341). The coverage is also signifi cantly associated with not attending Posyandu, low education, did
not know Polindes with AOR slightly above 1, but not associated with age and marital status. Results: The analysis shows
that factors signifi cantly associated with the coverage are mostly assessibility of health care of mothers during pregnancy
and delivery. High coverage of vitamin A supplementation should be improved by increasing access of women during
pregnancy and delivery in community and health education on importance of vitamin A supplementation.
Key words: vitamin A supplementation, post-partum mothers, acces to health services, household characteristics
ABSTRAK
Program suplementasi kapsul vitamin A pada ibu nifas di Indonesia sejak 1996 bertujuan meningkatkan status vitamin
A ibu nifas dan diteruskan ke bayi melalui ASI. Riskesdas 2010 menunjukkan hanya satu dari 2 ibu nifas mendapatkan
kapsul vitamin A, lebih rendah dibanding cakupan balita. Tulisan ini bertujuan menganalisis faktor rumah tangga, ibu, dan
akses pelayanan kesehatan yang berperan dalam cakupan kapsul vitamin A pada ibu nifas. Penelitian menggunakan data
sekunder Riskesdas 2010, mencakup 19.000 ibu 10–59 tahun yang ditanyakan mendapat kapsul vitamin A saat masa nifas
anak terakhir yang lahir pada periode lima tahun terakhir. Analisis regresi logistik multivariat dilakukan untuk mengetahui
odd rasio cakupan kapsul vitamin A. Cakupan suplementasi vitamin A ibu nifas 56,1% bervariasi 35–70% antar provinsi,
lebih tinggi di perkotaan (61,4%) dibandingkan perdesaan (50,8%). Analisis multivariat menunjukkan odd rasio ibu nifas
tidak menerima kapsul vitamin A berhubungan nyata jika bayinya tidak mendapatkan pemeriksaan neonatus (AOR = 2,334
95% CI 2,156–2,530), ibu tidak mendapatkan pil besi (AOR = 2,076, 95% CI 1,874–2,298), periksa hamil 1–3 kali (AOR =
1.252, 95% CI 1,095–1,431), atau tidak periksa hamil (AOR = 1,355, 95% CI 1,217–1,510), tidak imunisasi TT (AOR =
1,245, 95% CI 1,156–1,341). Cakupan juga berhubungan nyata dengan tidak ke posyandu, tidak tahu lokasi polindes atau
RS, pendidikan ibu rendah, tinggal di perdesaan walaupun dengan nilai AOR mendekati nilai 1, tetapi tidak nyata dengan
umur dan status perkawinan ibu. Nilai AOR menunjukkan akses pelayanan kesehatan sejak kehamilan sampai persalinan
merupakan faktor utama tingginya cakupan suplementasi vitamin A. Cakupan masih perlu ditingkatkan dengan perbaikan 2
Buletin Penelitian Sistem Kesehatan – Vol. 15 No. 1 Januari 2012: 1–10
akses pelayanan kesehatan bumil dan persalinan di masyarakat dan penyuluhan bumil.
Kata kunci: suplementasi vitamin A, ibu nifas, akses pelayanan kesehatan, karakteristik rumah tangga
Naskah Masuk: 21 November 2011, Review 1: 23 November 2011, Review 2: 22 November 2011, Naskah layak terbit: 12 Desember 2011
METODE
Penelitian ini menggunakan data sekunder dari
Riset Kesehatan Dasar 2010 (Riskesdas, 2010). Desain
Riskesdas 2010 adalah potong lintang dan merupakan
penelitian non-intervensi di 440 kabupaten/kota di
33 provinsi. Populasi sampel mewakili seluruh rumah
tangga di Indonesia. Pemilihan sampel dilakukan
secara random dalam dua tahap. Tahap pertama
melakukan pemilihan Blok Sensus (BS) dan tahap
kedua pemilihan 25 rumah tangga setiap BS. Besar
sampel yang direncanakan sebanyak 2800 BS dan
yang berhasil dilakukan di 2798 BS, direncanakan
70.000 rumah tangga dan terlaksana 69.300 rumah
tangga, yang mencakup 251.388 anggota rumah
tangga di 33 provinsi (Badan Litbangkes, 2010).
Data yang dikumpulkan meliputi keterangan
rumah tangga dan keterangan individu anggota
rumah tangga, pengukuran berat dan tinggi badan
termasuk anak balita. Pada kajian ini tidak semua
data diambil untuk dianalisis, tetapi hanya data
yang relevan tentang cakupan vitamin A pada ibu
nifas. Yang dimasukkan dalam analisis tulisan ini
adalah ibu nifas dengan data yang lengkap dalam
karakteristik rumah tangga (sosial ekonomi, umur,
pendidikan, dan pekerjaan kepala rumah tangga),
pengetahuan terhadap lokasi fasilitas kesehatan dan
akses terhadap pelayanan kesehatan (rumah sakit,
puskesmas, dokter praktik, bidan praktik, polindes,
poskesdes dan posyandu), karakteristitik ibu (status
menikah, umur, pendidikan, pekerjaan dan status gizi),
riwayat reproduksi (jumlah anak, nomor anak termuda,
keinginan hamil), akses pelayanan kesehatan ibu
terhadap imunisasi, keluarga berencana, periksa
kehamilan, umur kehamilan, minum pil tambah darah,
dan periksa kesehatan saat nifas.
Analisis bivariat dilakukan dengan uji beda
Khi-kuadrat, dan analisis multivariat dilakukan
dengan uji regresi logistik multivariat. Kode semua
variabel dirubah menjadi 0 dan 1 untuk analisis
logistik multivariat dengan dependen variabel adalah
menerima atau tidak kapsul vitamin A. Sedangkan
variabel independen adalah karakteristik rumah
PENDAHULUAN
Vitamin A berperan penting dalam pemeliharaan
sistem imun, juga dapat memproteksi beberapa
komplikasi buruk yang berhubungan dengan penyakit
pada anak seperti campak dan diare, berperan
melawan xerophthalmia dan buta senja. Selain itu
juga berperan penting untuk memelihara kesehatan
ibu selama hamil dan menyusui (Christian P, et al.,
1998).
hanya disni
PENGARUH PEMBERIAN SUPLEMEN VITAMIN B12
TERHADAP SERUM VITAMIN B12 DAN HEMOGLOBIN
ANAK PRASEKOLAH
 Zulhaida Lubis1
, Hardinsyah2, Hidayat Syarief3
, Fasli Jalal4
, dan Muhilal5


 1
Program Doktor PS GMK SPS IPB
 2
Dept. Gizi Masyarakat FEMA IPB
 3
Dept. Gizi Masyarakat FEMA IPB
 4
Dirjen Peningkatan Mutu Pendidik dan dan Tenaga Kependidikan Depdiknas dan Fak.
Kedokteran Univ. Andalas Padang
 5
Fak. Kedokteran UNPAD Bandung


ABSTRACT
This research aimed to analyze prevalence of vitamin B12 deficiency and anemia,
and effects of vitamin B12 suplement on vitamin B12 serum and hemoglobin of
preschool children. A randomized controlled trial of 32 preschool children (4-6
year) for 6 months was appliad. Subjects divided in to 2 groups, treatment group
(received 10 μg vitamin B12 syrup daily) and control group (placebo).
Consentration of vitamin B12 serum and hemoglobin of children was measured
before and after their intervention. The results of research indicate that prevalence
of vitamin B12 deficiency and anemia among preschool children was 24,1% and
41.4% respectively. After getting vitamin B12 suplement, vitamin B12 deficiency
of treatment group decreased from 26.7% to 0.0%, while in the control group
increase from 21.4% to 28.6%. Vitamin B12 suplement influenced vitamin B12
serum level significantly ( p < 0.05). Vitamin B12 serum increase at the treatment
group148.4 ± 110.9 pg/ml and only 3.7 ± 12.8 pg/ml at control group. Hemoglobin
concentration was influenced vitamin B12 suplement especially to anemia
preschool children.

PENDAHULUAN

Usia prasekolah adalah bagian dari
periode usia dini yang mengalami proses
pertumbuhan dan perkembangan pesat dalam
siklus kehidupan dan turut menentukan
kualitas manusia. Separuh perkembangan
kognitif berlangsung dalam kurun waktu
antara konsepsi sampai usia 4 tahun, dan
30% berlangsung pada usia 4-8 tahun.
Sehingga pada periode ini anak sangat
memerlukan gizi yang memadai agar
kapasitas otak yang terbentuk dapat
maksimum (Gutama 2004).
disini aja kali ya???
Epilepsi parsial sederhana simptomatis pada multipel tuberkuloma intrakranial
 sebuah kasus
Pini Dewi, Uni Gamayani, Siti Aminah
Bagian I.P. Saraf FK UNPAD / RS Hasan Sadikin


ABSTRAK

Latar Belakang
Tuberkulosis masih menjadi masalah kesehatan yang penting , menyebabkan peningkatan morbiditas dan
mortalitas di dunia. Hanya 1 % pasien dengan TB berkembang menjadi tuberkuloma intrakranial, biasanya bagian
dari TB milier. Prevalensi tuberkuloma terhadap lesi intrakranial di negara berkembang sekitar 50 %, terdapat di
serebral hemisfer, ganglia basalis, serebellum dan batang otak. Pada anak sering berupa tumor infratentorial.
Penyebab epilepsi karena tuberkuloma termasuk salah satu yang sering didapatkan. Pada anak usia 3 bulan – 12
tahun dengan bangkitan parsial komplek 65% dan bangkitan parsial sederhana 35%, dengan gambaran EEG
maupun gejala klinis, 88% adanya kesesuaian letak lesi dengan bentuk bangkitan, dengan salah satu penyebab
terbanyak dari bangkitan parsial adalah tuberkuloma.

Deskripsi kasus
Seorang perempuan usia 12 tahun dengan keluhan utama kejang , sejak 2 tahun yang lalu, berupa kelojotan pada
anggota gerak kanan yang kadang anggota gerak kiri dan tetap sadar. Pada pemeriksaan fisik didapatkan : ataxia,
papil edema bilateral , hemianopsia sinistra, visus OD 1/300, OS 1/∼ ,hemihipestesi dextra, reflek fisiologis meningkat
bilateral, reflek patologis (-/-) dan ataxia. Tumbuh kembang normal tapi sejak usia 10 th berat badan tidak naik lagi.
Lab: PPD5TU(+) , LED 63 mm/jam . ro: TB paru aktif. Hasil EEG : disfungsi kortikal pada fronto temporal kiri dan
temporal kanan.Hasil MRI kepala dengan kontras : Massa solid didaerah ocipital bilateral dan parietal kiri yang
penyengatan dengan kontras, menyokong suatu ependimoma dd/ multiple meningioma, dilakukan open biopsi
craniotomi, hasil histopatologi menyokong suatu tuberkuloma. Diagnosa akhir : epilepsi partial sederhana multifokus
simptomatis ec multiple tuberkuloma dan diberikan terapi OAT. Dan pasien mengalami perbaikan.
klik disini!!!!!
Provitamin A carotenoid content of different cultivars of edible
pandanus fruit
Lois Englbergera,*, William Aalbersbergb
, Maureen H. Fitzgeraldc
,
Geoffrey C. Marksa
, Kishore Chandb
aNutrition Program, Division of International Health, School of Population Health, University of Queensland,
Brisbane, Australia bInstitute of Applied Science, University of the South Pacific, Suva, Fiji c
School of Occupation and Leisure Sciences, University of Sydney, Sydney, Australia
Received 6 March 2002; received in revised form 11 September 2002; accepted 18 October 2002
Abstract
As part of an overall study to identify vitamin A-rich foods, a study was carried out in the Federated
States of Micronesia (FSM) to provide information on production, acquisition, consumption and cultural
acceptability of edible pandanus cultivars, Pandanus tectorius, and to identify their carotenoid content.
Samples of five pandanus cultivars were collected and analyzed for a- and b-carotene by HPLC. The results
showed that the two cultivars with yellow fruit coloration contained low levels of carotenoids, while the
orange fruits, which were also well liked as a food in the community, contained higher levels at maxima of
190mg/100 g and 393mg/100 g for a- and b-carotene, respectively. Common patterns of intake when the fruit
is available show that pandanus can provide a large proportion of estimated requirements of retinol
equivalents. Local people were generally unaware that pandanus had health benefits, although the food was
very popular. Nevertheless, key informants report that production had greatly decreased in recent years. To
reverse this trend, those acceptable cultivars high in carotenoid content should be promoted both for their
general enjoyment and their health benefits.
r 2003 Elsevier Science Ltd. All rights reserved.
Keywords: Pandanus; Cultivars; Vitamin A deficiency; Micronesia; Pacific; a-carotene; b-carotene; HPLC
1. Introduction
Vitamin A deficiency (VAD) has been identified as a problem of public health significance
among preschool children in the four states of the Federated States of Micronesia (FSM) (Fig. 1),
selanjutnya hanya disini teman!!!
EFIKASI SUPLEMEN MIKRONUTRIEN SEBAGAI TERAPI ADJUVAN
PADA PENDERITA TUBERKULOSIS AKTIF
Budhi Setiawan
Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya
Abstrak
Tuberkulosis (TB) adalah salah satu penyebab utama kematian dan kecacatan di seluruh dunia karena
penyakit menular dapat disembuhkan. Malnutrisi dan kekurangan gizi mikro yang umum di antara
pasien TB aktif karena malabsorpsi, peningkatan permintaan energi, asupan makanan yang tidak
memadai dan jalur metabolik diubah. Studi Cross sectional dalam pengaturan spesifik menunjukkan
bukti bahwa kekurangan vitamin A, C, D, E dan Zinc terjadi pada tuberkulosis. Meningkatkan stres
oksidatif dan fase akut merespon dapat menyebabkan depresi tingkat beredar beberapa mikronutrien. Keberhasilan multivitamin dan suplemen mineral sebagai terapi tambahan untuk obat anti TB masih
memiliki bukti terbatas. Hasil Hasil uji klinis baru-baru ini menghasilkan kontradiksi dan hasil yang
kurang jelas untuk membentuk dasar untuk rekomendasi. Ada kemungkinan bahwa dosis, seks dan
mikronutrisi kombinasi faktor mempengaruhi hasil studi. Ada kebutuhan untuk percobaan lebih lanjut, untuk menilai efektivitas multivitamin dan suplemen mineral di TB aktif dengan ukuran sampel yang
cukup. Kata kunci: tuberkulosis, suplemen, mikronutrien, multivitamin, mineral, khasiat, sidang
Pendahuluan
Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit
infeksi yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis. Sebagian
besar menginfeksi paru, tetapi bisa juga
menginfeksi susunan saraf pusat, sistem
limfatik, sirkulatorik, genitourinari, tulang
dan persendian. Sebagian infeksi tidak
menimbulkan gejala yang dikenal dengan
tuberkulosis laten. Tuberkulosis aktif
dapat terjadi kapan saja setelah infeksi
yang mana penderita menjadi
simptomatik. TB adalah satu dari sepuluh
penyakit yang menyebabkan kematian dan
kecacatan di seluruh dunia serta
merupakan penyebab utama kematian dari
penyakit infeksi yang dapat disembuhkan
(1,2).
klik disini teman!!!

Campak
Patofisiologi
Virus campak ditularkan lewat infeksi droplet lewat udara, menempel dan berkembang biak pada epitel
nasofaring. Tiga hari setelah invasi, replikasi dan kolonisasi berlanjut pada kelenjar limfe regional dan
terjadi viremia yang pertama. Virus menyebar pada semua sistem retikuloendotelial dan menyusul
viremia kedua setelah 5-7 hari dari infeksi awal. Adanya giant cells dan proses keradangan merupakan
dasar patologik ruam dan infiltrat peribronchial paru. Juga terdapat udema, bendungan dan perdarahan
yang tersebar pada otak. Kolonisasi dan penyebaran pada epitel dan kulit menyebabkan batuk, pilek,
mata merah (3 C : coryza, cough and conjuctivitis) dan demam yang makin lama makin tinggi. Gejala
panas, batuk, pilek makin lama makin berat dan pada hari ke 10 sejak awal infeksi (pada hari penderita
kontak dengan sumber infeksi) mulai timbul ruam makulopapuler warna kemerahan.Virus dapat
berbiak juga pada susunan saraf pusat dan menimbulkan gejala klinik encefalitis. Setelah masa
konvelesen pada turun dan hipervaskularisasi mereda dan menyebabkan ruam menjadi makin gelap,
berubah menjadi desquamasi dan hiperpigmentasi. Proses ini disebabkan karena pada awalnya terdapat
perdarahan perivaskuler dan infiltrasi limfosit.
disini aja,,okee!!!!
Anorexia Nervosa:
The physiological consequences of starvation and
the need for primary prevention efforts.
Michael Sidiropoulos*
_________________________________________________________________
CASE PRESENTATION
A 17-year-old girl was brought to the emergency
department by her worried parents. The patient was
described by her parents as having symptoms of
fatigue, dizziness and syncope over the past few days.
She also had no appetite, a weight loss of 11.4 kg over
the past four months and a recent uncharacteristic
pursuit to exercise. When the patient was further
questioned, she complained of cold hands and feet,
constipation, dry skin and hair, and headaches. Her
social history revealed social withdrawal, depression,
and irritability, as well as having difficulty
concentrating and making decisions. Her performance
at school had also fallen. The physical exam revealed a
quiet, young girl who looked her age, was in no
distress, but had cool peripheries. Her skin was slightly
mottled in appearance, with some anhydrotic eczema of
her extremities, and her blood pressure was difficult to
auscultate. When obtained, it was lower than her usual
values, at 84 systolic and 70 diastolic. Her pulse was 47
bpm, and irregularly irregular. Respiratory and
abdominal examinations were normal. The patient
however looked very underweight and thin. Her weight
and height were 47 kg and 1.7 m, respectively; her
calculated body-mass index (BMI) was 16. She also
had a moderate loss of muscle mass and edema of her
extremities. Further history taking from the patient,
while alone, revealed that she had stopped
menstruating seven months ago. There were no
changes in sleep or any changes in bladder or bowel
movements, and nausea and vomiting were denied.
Her past medical history was remarkable for a stress
fracture of her fibula and multiple admissions to
hospital for depression, and she was also once admitted
for suicidal ideation. Moreover, the patient denied any
current laxative or diuretic use, and when asked about
her diet, she stated that it consisted of yogurt and some
fruit, with no meal at lunchtime while at school. Daily
servings would not exceed a total of 750 kcal/day and
her meals never contained any fat. She described
herself as "fat…overweight" and her only pastime was
exercising. When asked about her weight, she stated,
"the more weight I lose, the more I wish to loose." She
denied having any problems and explained that she was
annoyed that her parents, friends, and teachers were
concerned. It seems that the patient has very poor
insight into her situation, and continues to perceive
herself as healthy. Despite being aware that she is
underweight, amenorrheic and bradycardic, she feels
that she does not need to be in hospital.
okee disini ya selanjutnya!!!
Identifikasi Molekuler Begomovirus Penyebab Penyakit Kuning
Keriting pada Tanaman Cabai (Capsicum annum L.)
di Sumatera Barat
Jumsu Trisno1*), Sri Hendrastuti Hidayat2), Jamsari3), Trimuri Habazar1), dan Ishak Manti4)
1)Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Andalas, Padang 25126
2)Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor 16680
3)Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Andalas, Padang 25126
4)Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Barat, Sukarami Solok 25001
Diterima 18-08-2009 Disetujui 06-03-2010
ABSTRACT
Pepper plants showing Begomovirus-like symtoms, consisting of yellowing, leaf curling, and distortion, were
collected from fields located in the Padang, West Sumatra. The aim of this research is to identification of
begomovirus associated with yellow leaf curl diseases on pepper. Total DNA was extracted from infected leaf
tissue according to Doyle and Doyle (1999) with slight modification. Polymerase chain reaction (PCR) was used to
amplify the coat protein region of the virus using universal degenerate primers pAV494 and pAC1048. The PCR
amplified DNA product (approx. 560 bp) was sequenced. The nucleotide and amino acid sequences and BLAST
search revealed highest homology with pepper yellow leaf curl Indonesia virus isolated pepper, tomato and
Ageratum conyzoides from Java, but differences from those of tomato yellow leaf curl virus. The isolate was then
tentatively called pepper yellow leaf curl Indonesia virus-Padang (PYLCIV-Pdg).
Keywords: begomovirus, molecular identification, yellow leaf curl diseases
PENDAHULUAN
Cabai merupakan produk hortikultura unggulan
yang sangat penting di Indonesia. Namun dalam
budidayanya banyak mengalami kendala yang
menghambat produksi, salah satunya disebabkan oleh
penyakit tumbuhan. Penyakit yang akhir-akhir ini dirasa
sangat merugikan di sentra pertanaman cabai di
Sumatera Barat adalah penyakit virus kuning keriting,
yang oleh petani disebut juga dengan penyakit “bule”
dan atau “bonsai”. Tanaman yang terinfeksi penyakit
ini menunjukkan gejala berupa klorosis pada daun, tepi
daun menggulung ke atas seperti mangkuk (cupping),
daun keriting dan menguning, tanaman menjadi kerdil
dan bunga rontok (Gambar 1). Gejala penyakit ini mirip
dengan pepper yellow leaf curl diseases yang sudah
banyak dilaporkan diberbagai Negara seperti Thailand
(Chiemsombat dan Kittipakorn, 1997; Samretwanich
et al., 2000), Banglades (Maruthi et al., 2005), Spanyol
(Morilla et al., 2005) dan Indonesia, di pulau Jawa
(Hidayat et al., 1999; Sulandari, 2004 ), yang kemudian
diketahui disebabkan oleh Begomovirus.
Begomovirus termasuk kedalam famili
geminiviridae, yang merupakan kelompok terbesar
penyebab penyakit pada tanaman. Kelompok
geminivirus mempunyai karakter morfologi yang menarik
dengan dua partikel isometric mempunyai genom ss
DNA (Gutierrez, 2002). Geminivirus dikelompokkan
dalam empat genus berdasarkan kisaran inang,
serangga vektor dan organisasi genom. Genus
Begomovirus (sub group III) ditularkan oleh serangga
vektor kutu kebul menginfeksi tanaman dikotil dan
mempunyai organisasi genom monopartit dan bipartit
(Fauquet & Stanley, 2003).
hanya disini!!!
KAJIAN EPIDEMIOLOGI
PENYAKIT INFEKSI SALURAN PENCERNAAN
YANG DISEBABKAN OLEH AMUBA DI INDONESIA
Anorital, * Lelly Andayasari**
EPIDEMIOLOGICAL STUDY OF INTENSIAL INFECTION CAUSED BY AMOEBA IN INDONESIA
Abstract
The intestinal infection caused by amoeba is one of the three diarrhea causes appears to be a public
health problem with high incidenee in the community. Amebiasis is caused by Entamoeba histolytica,
can be difJerentiatedfrom non pathogen Entamoeba hartmanni and Entamoeba coli. Morphologically of
Entamoeba histolytica and Entamoeba dispar are very similar. However, based on the diagnosis
utilizing molecular examination technique, in fact, the main cause of amebiasis is Entamoeba dispar.
Amoeba dysentry can be found arround the world, having cosmopolite characteristic with incidences
varying between 3-1O%. In the developed countries with relatively better hygiene and sanitation,
amoebiasis incidenee is between 2-11%. In Indonesia, the amoebiasis incidenee is 'quite high, in the
range of 10-18%. Whereas the mortality caused by amoebiasis is high enough between 1.909.1%,
second rank after malaria. Several kinds of amoeba dysentri medicines were used, but Metronidazole is
proven as the efJective drug of choice for Entamoeba histolytica, both the cyste and trophozoite forms
with minor side efJect to the patients. Good personal hygiene and environmental sanitation practices
are the major factors of this disease prevention. The main principle to prevent the spreading of
amoebiasis infection is to cut the link of infection sources to human beings. Personal hygiene isfocused
on the management of individual behaviour, meanwhile environmental sanitation prevention focus lies
on the better environmental management to cut the link of disease cycle.
Keywords: amoeba, amebiasis, epidemiologi.
Pendahuluan
Penyakit infeksi saluran pencernaan dapat
disebabkan oleh virus, bakteri dan
protozoa. Infeksi yang disebabkan oleh
bakteri dikenal sebagai disentri basiler yang
disebabkan oleh bakteri shigella, sedangkan
infeksi yang disebab-kan oleh protozoa dikenal
sebagai disentri amuba. Adapun yang dimaksud
dengan penyakit infeksi saluran pencernaan yang
dapat menyebabkan diare adalah buang air besar
dengan tinja yang berbentuk cair atau lunak
dengan frekuensi lebih dari 3 kali dalam 24 jam.':
2. Penyebab diare yang terpenting dan ters ering
adalah Shigella, khusus-nya S. flexneri dan S.
dysenteriae. Entamoeba histolytica (E.
histolytica) merupakan penyebab disentri pada
anak yang usianya di atas lima tahun dan jarang
ditemukan pada balita. 1, 3 Disentri amuba adalah
penyakit infeksi saluran pencernaan akibat
tertelannya kista E. histolytica yang me-rupakan
mikroorganisme an-aerob bersel tunggal dan
bersifat pathogen.'
selanjutnya hanya disini
Peranan suplemen antioksidan masih tetap kontrover-
sial sampai saat ini. Boleh dikatakan, belum ada rilis
hasil penelitian tentang manfaat antioksidan bagi pen-
derita penyakit jantung koroner dalam jurnal-jurnal
terbaru beberapa tahun belakangan ini - sebagai hasil
penelitian klinis mutakhir yang bisa dianggap konk-
lusif. Manfaat antioksidan masih tetap kontroversial
dan memerlukan penelitian lebih lanjut dengan disain
penelitian yang lebih scrutinized dan analisis yang
lebih kritis.
Tidak ada isu lain di bidang terapi kardiovaskuler
yang lebih kontroversial saat ini, melainkan isu ten-
tang peranan antioksidan itu. Seorang pejabat FDA
menyebutkan bahwa efektivitas antioksidan dalam
pengobatan penyakit jantung memang masih tetap
belum konklusif, walau pun sudah banyak penelitian
yang dilakukan. Sebagian penelitian itu memang su-
dah menunjukkan hasil yang positif, tapi sebagian lagi
masih tetap menjadi bahan perdebatan yang panjang.
Maka pertanyaan, “perlukah suplemen antioksidan
diberikan secara rutin pada pasien dengan kelainan
koroner – karena manfaatnya dan keamanannya?”,
belum bisa dijawab dengan pasti dan masih tetap
mengambang.
Walau pun berbagai penelitian epidemiologis
menunjukkan bahwa suplemen antioksidan mem-
punyai hubungan yang signifikan dengan rendahnya


Alamat Korespondensi:
Dr. dr. Faisal Baraas, SpJP Departemen Kardiologi dan Kedokteran
Vaskular FKUI, Pusat Jantung Nasional Harapan Kita, Jakarta.




kejadian koroner, tetapi penelitian double-blind
randomized placebo controlled clinical trial tidak men-
dukung hipotesis itu secara signifikan. Para reviewer
mengakui bahwa memang tidak mudah melakukan
penelitian tentang suplemen antioksidan yang bersifat
jangka panjang, karena begitu banyak variabel yang
dikandungnya, sehingga tentu saja sangat sulit untuk
mengendalikannya. Dengan hati-hati mereka akhirnya
selalu menyimpulkan, perlunya dilakukan penelitian
lebih lanjut!
selanjutnya disini
Kandungan Klorofil, Karotenoid, dan Vitamin C pada Beberapa Spesies
Tumbuhan Akuatik

Madha Kurniawan*, Munifatul Izzati*, Yulita Nurchayati*
*Laboratorium Biologi Struktur dan Fungsi Tumbuhan, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Diponegoro, Jl. Prof. Soedharto, Kampus Universitas
Diponegoro, Tembalang, Semarang

Abstract
Aquatic plants have important role in water ecosystem. They serve as the main producer, oxygen suplier and
heavy metal absorbtion. Beside that, aquatic plants also economically potencial, such as sources of
chlorophyll, carotenoid and vitamin C. The aim of this experiment is to analize the content of total
chlorophyll, carotenoids and vitamin C in 13 species of aquatic plants. It is expected that these plants maybe
used for commercial purposes. The plants were collected from Rawa Pening, Genuk stream, and brackish
water shrim pond in Kendal and Jepara. These chemical analysis were done by spectrophotometer, whereas
vitamin C content was measured using iodometric titration method. Results indicated that the highest content
of chlorophyl was resulted by Ipomoea aquatica, which is 22,1 mg/L. The highest content of carotenodid and
vitamin C is resulted by Nymphaea sp., which were 3,42 mg/L and 14,1 mg/30 g respectively. It is
concluded that Ipomoea aquatica and Nymphaea sp. have good commercial value as sources of pigment and
vitamin C.

Key words : aquatic plants, total chlorophyll, carotenoid, vitamin C.

Abstrak

Tumbuhan akuatik memiliki peran penting dalam ekosistem perairan, diantaranya sebagai produsen utama,
pemasok oksigen, dan penyerap logam berat (biofilter). Selain itu, tumbuhan akuatik juga memiliki potensi
lain di bidang industri pakan dan kesehatan yang dapat dikembangkan, yaitu sebagai sumber pigmen (klorofil
dan karotenoid) dan vitamin C. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan klorofil total,
karotenoid, dan vitamin C pada 13 spesies tumbuhan akuatik yang kemudian dapat dimanfaatkan secara
komersial sebagai alternatif sumber suplemen makanan. Tiga belas spesies tumbuhan air dikoleksi dari danau
Rawa Pening, perairan di Genuk, tambak udang di Kendal, dan perairan air payau di Jepara. Metode yang
digunakan adalah analisis spektrofotometri untuk pengukuran kadar klorofil total dan karotenoid melalui
ekstraksi dengan aseton 80 %, sedangkan analisis vitamin C dilakukan dengan metode titrasi iodometri
menggunakan larutan iodin standar 0,01 N. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan klorofil total
paling tinggi terdapat pada Ipomoea aquatica, sebesar 22,1 mg/L, sedangkan kandungan karotenoid dan
vitamin C paling tinggi terdapat pada Nymphaea sp., sebesar 3,42 mg/L dan 14,1 mg/30 g. Kesimpulan yang
diperoleh adalah Ipomoea aquatica dan Nymphaea sp. memiliki potensi ekonomi sebagai alternatif sumber
suplemen makanan.
PENGARUH METIL METSULFURON TERHADAP   SEL DARAH MERAH IKAN PATIN SIAM (Pangasius hypopthalmus) 
Qorie Astria*, Henni Wijayanti Maharani†‡  dan Berta Putri† 
ABSTRAK 
Penggunaan herbisida yang tidak efektif  berpotensi menjadi racun pada ikan yang dibudidayakan di area persawahan. Herbisida berbahan aktif metil metsulfuron merupakan herbisida sistemik dan selektif untuk tanaman padi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi metil metsulfuron 0; 15,6 dan 39 ppm terhadap kerusakan sel darah merah dan persentase hematokrit patin siam (Pangasius hypopthalmus). Hasil penelitian menunjukkan  sel darah merah patin siam yang terpapar metil metsulfuron pada konsentrasi 15,6 ppm dan 39 ppm, membentuk lipofuscin pada inti sel, seroid pada permukaan sitoplasma dan nilai hematokrit 19,76 dan 14,80 % sebagai indikasi terjadinya anemia. 

Herbisida adalah substansi kimia dan bahan lain yang digunakan untuk mengendalikan berbagai hama. Penggunaan pestisida pada usaha pertanian khususnya pada areal persawahan hingga saat ini semakin meningkat, dan memberi efek negatif pada hewan atau organisme yang terdapat pada areal tersebut (Untung, 2006). Herbisida yang berada di dalam tanah sawah irigasi, baik akibat penyemprotan terus menerus atau terbawa oleh air hujan akan tetap tertinggal melalui proses absorbsi dan sebagian lagi akan berada di dalam air diantara partikel-partikel tanah sehingga berpotensi meracuni semua organisme yang berada pada area tersebut (Metusala, 2006).
klik disini

Selasa, 07 Januari 2014

Membran sinovial
Membran sinovial adalah membran yang melapisi sendi sinovial. Membran ini terdiri dari jaringan lunak yang melapisi permukaan non-kartilaginosa dalam sendi yang memiliki rongga (sendi sinovial). Kata ‘sinovium’ berasal dari kata Latin yang berarti ‘dengan telur’, karena cairan sinovial yang hadir dalam sendi menyerupai putih telur. Ini adalah membran penting yang bertindak sebagai agen pelumas untuk gerakan bebas dari sendi.
Struktur
Meskipun struktur sinovium adalah variabel, umumnya terdiri dari dua lapisan. Lapisan luar, juga dikenal sebagai subintima, bisa menjadi hampir semua jenis, yaitu, terdiri dari jaringan fibrosa, lemak atau longgar areolar. Lapisan dalam, juga dikenal sebagai intima, terdiri dari lembaran sel, ketebalan yang lebih tipis dari selembar kertas. Subintima adalah longgar dan intima duduk pada membran lentur. Membran ini, bersama-sama dengan sel-sel intima, bertindak sebagai ban, yang segel dari cairan sinovial dari jaringan sekitarnya. Ini adalah refleks pelindung, yang membantu untuk mencegah sendi dari semakin terjepit ketika kena dampaknya.
Sel-sel intima terdiri dari dua jenis, yaitu fibroblas dan makrofag. Fibroblast bertanggung jawab untuk pembuatan gula panjang rantai polimer yang dikenal sebagai Hyaluronan. Hal ini memberikan cairan sinovial konsistensi berurat nya. Hal ini membantu untuk melumasi permukaan sendi. Makrofag bertanggung jawab untuk menelan molekul berbahaya asing. Permukaan sinovium mungkin datar atau dapat ditutupi dengan jari seperti proyeksi yang dikenal sebagai vili. Ini membantu untuk memungkinkan jaringan lunak untuk mengubah bentuk sebagai sendi bergerak. Pasokan darah dilakukan oleh jaring padat pembuluh darah yang hadir tepat di bawah intima. Ini membantu menyediakan nutrisi bagi sinovium dan tulang rawan avaskular. The sinovial membran dan periosteum juga sangat dekat satu sama lain dan kadang-kadang, beberapa daerah tulang rawan sebelah perlu mendapatkan nutrisi langsung sehingga dapat melakukannya dengan difusi melalui tulang rawan.
Fungsi
Bertentangan dengan kepercayaan umum, ruang di mana cairan sinovial diajukan tidak terlalu besar. Dengan demikian, membran memiliki berbagai fungsi, yang paling penting adalah untuk menyediakan pesawat pemisahan atau pemutusan antara jaringan padat sehingga gerakan yang dapat terjadi dengan lancar tanpa gesekan apapun. Membran sinovial juga membantu untuk bertindak sebagai kemasan yang dapat mengubah bentuk dengan cara yang diperlukan untuk gerakan mudah. Ini adalah alasan mengapa harus begitu fleksibel. Membran ini juga memiliki tugas mengendalikan volume cairan yang hadir dalam rongga sinovial sehingga hanya cukup untuk memungkinkan komponen solid untuk bergerak bebas satu sama lain. Setiap perubahan mendadak dalam buku ini bisa mengakibatkan berbagai penyakit dan gangguan.
Dan juga fungsi rongga synovial ini adalah menghasilkan cairan pelumas yang berguna untuk pergerakan sendi.


HUBUNGAN ANTARA PENYAKIT CACINGAN DENGAN STATUS GIZI PADA ANAK SEKOLAH DASAR (SD) DISEKOLAH DASAR AL MUSTOFA SURABAYA
ABSTRAK
Kejadian Penyakit cacing pada usia sekolah terjadi pada wilayah kumuh dan pada kelompok rawan gizi atau status gizi buruk. Bila status gizi buruk akan menyebabkan gangguan gizi, anemia, gangguan pertumbuhan dan tingkat kecerdasan anak menurun.Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan antara penyakit cacingan dengan staus gizi pada anak usia sekolah.
Konsep Penyakit Cacingan
Cacingan adalah penyakit yang disebabkan oleh cacing-cacing khusus (cacing gelang, cacing tambang, dan cacing cambuk) yang ditularkan melalui tanah. Tempat 'bersarang' cacing-cacing ini di dalam tubuh manusia pun berbeda, ada yang bersarang di usus halus, misalnya cacing gelang dan cacing tambang. Ada juga yang bermukim di usus besar seperti cacing cambuk.
Konsep Status Gizi
 Gizi adalah makanan yang dikonsumsi mengandung zat-zat gizi yang  seimbang jumlahnya sesuai dengan kebutuhan dan tidak berlebihan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi
1. Pengetahuan
2.Tingkat pendidikan
3.Tingkat ekonomi
4.Budaya 

kepo ya??klik disini            

kepo ya??klik disini
Hubungan Asupan Energi dan Protein dengan Status Gizi pada Penderita Gagal Ginjal
ABSTRACT
Chronic renal failure is the final stage renal disease is a progressive disorder of renal function and irreversible. Where is the ability of the body fails to maintain metabolism and fluid and electrolyte balance, causing uremia. Dialysis can be done in several ways, and in general use the hemodialysis. Nutritional status in patients with chronic renal failure with hemodialysis for 18-56% of energy and protein deficiency.  chronic renal failure undergoing hemodialysis should receive energy and protein intake sufficient as needed to achieve and maintain optimal nutritional status. The purpose of this study was to determine the relationship of energy and protein intake and nutritional status of patients with chronic renal failure hemodialysis. This research is an explanation or explanatory research. The method used is a cross sectional survey approach. Number of samples 33 people consisting of outpatients Tugurejo Public Hospital Semarang. The study starts from proposal writing through the writing of the month from January to July 2012. Univariate analysis performed to present the frequency distribution. Test normality of the data is done by Kolmogorov-Smirnov test. Bivariate analysis to examine the relationship between dependent and independent variables with the Spearman Rank-Correlation.


Karakteristik penderita gagal ginjal kronik hemodialisa di RS Tugurejo Semarang terbanyak pada kelompok umur 46-60 th dan sebagian besar berjenis kelamin laki-laki. Berdasarkan pendidikan responden sebagian besar lulusan SD sedangkan pekerjaan responden terbanyak adalah swasta. Status gizi responden sebagian besar dalam kategori normal (51,5%) dan asupan energi responden berkategori normal (51,5%), asupan protein responden berkategori normal (51,5%) Ada hubungan antara asupan energi dengan status gizi penderita gagal ginjal kronik hemodialisa dan ada hubungan antara asupan protein dengan status gizi penderita gagal ginjal kronik hemodialisa.

PENGETAHUAN GIZI, BODY IMAGE, DAN STATUS GIZI REMAJA DI SMA ISLAM ATHIRAH KOTA MAKASSAR TAHUN 2013
ABSTRAK 
terhadap bentuk tubuh semakin sering dijumpai pada remaja. Hal ini membuat mereka menerapkan perilaku yang tidak tepat dalam mencapai tubuh ideal, sehingga akan berdampak negatif pada status gizi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana hubungan antara pengetahuan gizi dan body image dengan status gizi remaja di SMA Islam Athirah Kota Makassar tahun 2013. Jenis penelitian ini adalah penelitian cross-sectional study. Teknik pengambilan sampel menggunakan metode simple random sampling dengan teknik undian. Jumlah sampel sebanyak 71 responden. Pengambilan data dilakukan dengan pengambilan data primer dan data sekunder. Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 47 subjek (66.2%) memiliki persepsi body image positif dan 24 subjek (33.8%) memiliki persepsi body image negatif. Sebagian besar subjek (84.5%) memiliki pengetahuan gizi yang cukup dan hanya 15.5% subjek yang memiliki pengetahuan gizi yang kurang.
Hubungan Pengetahuan Gizi dengan Status Gizi
 Hasil penelitian memperlihatkan bahwa sebanyak 60% responden dengan pengetahuan gizi yang cukup memiliki status gizi normal, hal yang sama juga terjadi pada resonden dengan pengetahuan gizi yang kurang memiliki status gizi normal sebanyak 81.8%. Hasil uji dengan menggunaan uji chi-square diperoleh nilai P-Value adalah 0.348 lebih besar dari α (0.05). Sehingga dapat disimpulkan bahwa “tidak terdapat hubungan antara pengetahuan gizi dengan status gizi responden di SMA Islam Athirah Kota Makassar Tahun 2013”. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan gizi yang baik belum tentu diikuti dengan pola makan dan konsumsi pangan yang baik.
Hubungan Body Image dengan Status Gizi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 24 orang (33.8%) responden yang memiliki persepsi body image negatif (mengalami ketidakpuasan terhadap bentuk tubuhnya) tidak hanya terjadi pada responden dengan kelebihan berat badan saja (gemuk dan obesitas), namun juga pada responden dengan status gizi normal yaitu sebanyak 12 orang (50.0%). Hasil uji dengan menggunaan uji chi-square diperoleh nilai P-Value adalah 0.001 lebih kecil dari α (0.05) dengan demikian “ada hubungan antara body image dengan status gizi (IMT/U) responden di SMA Islam Athirah Kota Makassar Tahun 2013”. Hal ini berarti semakin tinggi ketidakpuasaan terhadap body image, maka status gizinya semakin tidak normal (gemuk dan obesitas).